Mengamati Entamoeba coli

Mengamati Entamoeba coli

Amoeba terdiri dari enam spesies yang hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli, Entamoeba hartmani, Entamoeba histolytica, Dientamoeba fragilis, Jodamoeba butschii, Endolimax nana, sedangkan Entamoeba gimgivalis merupakan jenis amoeba yang hidup dalam mulut. Seluruh amoeba ini tidak sifatnya aman bagi tubuh manusia kecuali Entamoeba histolytica yang bersifat patogen.
Entamoeba coli penting dipelajari untuk membedakan dengan Entamoeba histolytica yang merupakan agen penyebab amoebiasis. Entamoeba coli termasuk protozoa apatogen dimana Infeksi Entamoeba coli bersifat asimptomatis. Namun parasit Entamoeba coli sering dijumpai pada infeksi Entamoeba histolytica pada penderita amebiasis. Dalam siklus hidupnya Entamoeba coli memiliki kemiripan dengan siklus hidup Entamoeba histolytica hanya saja tanpa adanya penjalaran ekstraintestinal. Infeksinya terjadi dengan menelan kista matang yang berinti 8 dan biasanya tidak mengandung vakuol glikogen dan benda kromatoid. Diagnosisnya adalah dengan ditemukannya bentuk trofozoit atau bentuk kista dalam tinja.

Morfologi dan Siklus Hidup

Entamoeba coli hidup sebagai komensal di rongga usus besar. Dalam siklus hidupnya, terdapat stadium vegetatif dan stadium kista. Morfologinya mirip Entamoeba histolytica. Morfologi dan siklus hidup Entamoeba coli adalah sebagai berikut:
  1. Stadium trofozoid 15-30 mikron, berbentuk lonjong atau bulat. Stadium ini mempunyai sebuah inti entamoeba, dengan kareosom kasar dan biasanya letaknya eksentrik. Butir-butir kromatin perifer juga kasar dan letaknya tidak merata.
  2. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila pseudopodium dibentuk. Pseudopodium lebar, dibentuk perlahan-lahan, sehingga pergerakannya lambat.
  3. Endoplasma bervakuol, mengandung bakteri dan sisa makanan tidak mengandung sel . darah merah. Stadium ini tidak dapat dibedakan dari bentuk minuta Entamoeba histolytica. Cara berkembang biaknya dengan belah pasang.
  4. Stadium trofozoid biasanya ditemukan dalam tinja lembek atau cair. Stadium kista bulat atau lonjong berukuran 15-22 mikron. Dinding kista tebal berwarna hitam. Dalam tinja biasanya kista berinti 2 atau 8. Kista yang berinti dua mempunyai vakuol glikogen yang besar dan benda kromatoid yang halus. Biasanya benda kromatoid dari kista Entamoeba coli tersebut ramping dengan ujung runcing atau tidak teratur jadi berbeda dengan benda kromatoid yang berbentuk cerutu atau liseng pada Entamoeba histolytica.
  5. Kista matang yang berinti dan biasanya tidak lagi mengandung vakuol glikogen dan benda kromatoid. Kista Entamoeba coli tidak mudah mati oleh kekeringan. Resistensi terhadap kekeringan ini mungkin bertanggung jawab atas tingginya insiden infeksi. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.
Adapun ciri-ciri kista Entamoeba coli:
  1. Bentuk membulat dengan ukuran 10-35 µm
  2. Kista matang berisi 8-16 inti
  3. Chromatoidal bodies berupa batang-batang langsing yang menyerupai jarum
Perbedaan Entaboma coli dan Entaboma histolyca:
Perbedaan Entamoeba histolytica Entamoeba coli
Ukuran (mikron) 20 (10-60) 25 (10-50)
Pergerakan Aktif, progresif Lambat, tidak progresif
Eritrosit dalam cytoplasma +
Bakteri dalam cytoplasma + +
Vacuole ± + =
Nucleus Tidak jelas terlihat Kadang-kadang jelas

Penularan

Entamoeba coli hidup sebagai komensal di rongga usus besar. Dalam daur hidupnya terdapat stadium vegetatif dan stadium kista. Morfologinya mirip Entamoeba histolytica namun Entamoeba coli tidak bersifat patogen sehingga jarang menyebabkan insiden. Akan tetapi kalau jumlahnya melebihi ambang batas maka bisa menyebabkan penyakit. Biasanya Entamoeba coli ditemukan pada infeksi Entamoeba histolytica. Dan pada umumnya, penularan terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista amoeba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara berikut:
  1. Persediaan air yang terpolusi
  2. Tangan infected food handler yang terkontaminasi
  3. Kontaminasi oleh lalat dan kecoak
  4. Penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
  5. Hygiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi (asrama,penjara)
Insiden Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Kista matang yang berinti dan biasanya tidak lagi mengandung vakuol glikogen dan benda kromatoid. Kista Entamoeba coli tidak mudah mati oleh  kekeringan. Resistensi terhadap kekeringan ini mungkin bertanggung jawab atas tingginya insiden infeksi.

Pencegahan dan Penanganan

Pencegahan terhadap Entamoeba coli agar tidak terjangkit dalam tubuh manusia pada umumnya sama saja dengan tindakan pencegahan pada protozoa lainnya. Cara pencegahan tersebut lebih dikhususkan pada kebersihan perseorangan dan kebersihan lingkungan. Misalnya saja pada kebersihan individu mencuci tangan dengan bersih sesudah membuang air besar dan sebelum makan.  Kebersihan lingkungan sendiri misalnya memasak air minum, mencuci sayuran sampai bersih, atau memasaknya sebelum dimakan, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, buang air besar di jamban, membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat, serta menutup makanan untuk menghindari kontaminasi dengan lalat dan kecoa. Pencegahan terhadap infeksi Entamoeba coli dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan perseorangan dan kebersihan lingkungan. Jadi dengan menjaga kebersihan, kita dapat mencegah Entamoeba coli masuk ke dalam tubuh manusia.
Pengobatan sebenarnya tidak diperlukan karena protozoa ini nonpatogen. Akan tetapi ditemukan salah satu tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu daun seena yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Fraksi polisakarida daun Cassia angustifolia yang diuji dengan allogenic tumor Sarcoma-180 pada mencit, berefek positif dalam penghambatan pertumbulian Sarcoma-180. Senosida A dalam tubuh akan mengalami suatu reaksi hidrolisis enzimatik dan reduksi oleh bakteri flora usus (Entamoeba coli) menjadi rein antron. Rein antron merupakan suatu senyawa yang menginduksi sekresi air dan mencegah reabsorpsi air dalam saluran pencernaan, sehingga dapat digunakan dalam upaya penyembuhan konstipasi akut

Mengamati Giardia Lamblia

Giardiasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa patogen yaitu Giardia lamblia atau dikenal juga sebagai Giardia intestinalis atau Giardia duodenalis atau Lamblia intestinalis. Giardia lamblia berasal dari famili Hexamitidae, subfilum Mastigophora, filum Sarcomastigophora. Patogen ini hidup berkoloni di lumen usus halus manusia dan lebih sering menyerang anak usia balita dan sekolah dibandingkan orang dewasa.
Klasifikasi ilmiah
Domain:
Eukaryota
Filum:
Metamonada
Ordo:
Diplomonadida
Famili:
Hexamitidae
Genus:
Spesies:
G. lamblia
Morfologi
Giardia lamblia memiliki 2 stadium, yaitu stadium trofozoit dan stadium kista. 
Trofozoit berukuran panjang 9-20 μm, lebar 5-15 μm. Berbentuk oval hingga ada yang berbentuk buah pear atau bentuk hati. Bentuk trofozoit spesies ini memiliki : sucking disc pada ujung anteriornya, yaitu area konkaf yang menutupi setengah dari permukaan ventral. Dua buah nuclei yang terletak simetris bilateral. Nuklei tersebut mengandung sedikit kromatin perifer namun memiliki kariosom besar yang berada di tengah. Sebuah axostyle, terdiri dari 2 axonema yang membagi dua tubuhnya. Dua buah median bodies (parabasal bodies), diduga memiliki peranan dalam proses metabolisme. Empat flagella yang terletak di lateral, 2 lateral di ventral, dan 2 terletak di kaudal. 

 gambar Tropozoit Giardia lamblia
Kista berukuran lebih kecil daripada trofozoit yaitu panjang 8-18 μm dan lebar 7-10 μm. Letak kariosom lebih eksentrik bila dibandingkan dengan trofozoit. Pada kista yang telah matur terdapat 4 buah median bodies, 4 buah nuclei, dan dapat pula ditemukan longitudinal fibers. 
 Gambar Kista Giardia lamblia
Siklus hidup 

Dalam silkus hidupnya, G. Lamblia mengalami 2 stadium, yaitu stadium trofozoit yang dapat hidup bebas di dalam usus halus manusia dan kista stadium infektif yang keluar ke lingkungan melalui feses manusia.
Tertelannya kista dari air minum dan makanan yang terkontaminasi atau dapat juga melalui kontak individu merupakan awal dari infeksi. Setelah melewati gaster, kista menuju usus halus. Ekskistasi terjadi di duodenum, setelah itu multiplikasi terjadi melalui pembelahan biner dengan interval kurang lebih 8  jam. Trofozoit menempel pada mukosa duodenum dengan menggunakan sucking disc yang dimilikinya. Enkistasi terjadi saat trofozoit masuk ke usus besar. Stadium trofozoit dan kista dapat ditemukan pada feses penderita giardiasis. Kedua hal tersebur dapat dijadikan alat untuk mendiagnosis penyakit giardiasis. Di luar tubuh manusia, G. Lamblia lebih tahan dalam bentuk kista dan dalam lingkungan lembab dapat bertahan sampai 3 bulan.
Transmisi dan Patogenesis
Giardia lamblia dapat ditemukan pada saluran gastrointestinal berbagai macam mamalia termasuk manusia. Protozoa ini dapat ditularkan melalui cara fecal-oral maupun oral-anal. Banyak sumber air seperti danau dan sungai mengandung kista protozoa ini sebagai akibat dari kontaminasi oleh feses manusia dan hewan. Transmisi G.lamblia umum terjadi pada orang yang memiliki risiko tinggi seperti anak-anak yang berada di tempat penitipan anak, wisatawan yg mengunjungi beberapa area, homoseksual, dan orang yg sering berhubungan dengan hewan-hewan tertentu.
Gejala giardiasis bervariasi dari yang asimtomatik hingga diare dan malabsorbsi. Diagnosis dengan ditemukannya kista dan trofozoit dalam feses. Metode immunofluorescece dan enzyme immuoassay sudah mulai dikembangkan untuk mendeteksi G. Lamblia dalam feses.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
Mengkonsumsi air minum yang bersih yang telah menjalani pemanasan sampai 50° sehingga dapat menginaktifkan kista.
Pada umumnya G. Lamblia resisten terhadap klorin, sehingga penyaringan sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminasi oleh protozoa patogen ini.
Melindungi tempat persediaan air dari hospes reservoir (berang-berang dan tikus air).
Memasyarakatkan kebersihan individu (cuci tangan).
Penyediaan makanan yang bersih dan baik
Proses Pembentukan Darah : Eritropoiesis

Proses Pembentukan Darah : Eritropoiesis



Tahapan Pematangan eritrosit (Eritropoesis) merupakan proses pembentukan eritrosit muda yang terjadi di sumsum tulang sampai terbentuk eritrosit matang di dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.
          Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

Faktor Pembentukkan Eritropoesis:
 a) Eritropoietin
Merupakan penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka.

b) Kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)

c) Intergritas proses pematangan eritrosit

Tahapan Pematangan Eritrosit (Eritropoesis)
1. Proeritroblas
Ukuran : 15 - 25 mm
Sitoplasma : Biru pekat, lebih sempit menebal dibatas inti, terang diluar inti dengan halo disekitar inti
Inti : Relativ besar, bulat atau oval, warna ungu kemerahan, kromatin halus,
Nukleoli 1-2 ( lebih besar dibanding Mieloblas lebih kebiruan)
2. Basofilik Eritroblas
Ukuran : 13 - 18 mm
Sitoplasma : sangat Biru , Besar mulai berkurang
Inti : Relatif besar, bulat atau oval, Kromatin mulai kasar dibanding Proeritroblas, Nukleoli tidak ada
Catatan: basofilik eritroblas dengan kondensasi kromatin tengah berlangsung dan tanpa ada zona perinuklear.
3. Polikromatofilik eritroblas
Ukuran : 10 - 15 mm
Sitoplasma : Biru abu2 sampai pink abu2 ( warna gradasi berbeda), mulai
produksi Hb, relatif melebar dibanding inti
Inti : Bulat, lebih kecil dibanding sebelumnya, Padat dengan kromatin
kasar dan bergumpal, warna biru ungu gelap.
4. Ortokromatik Eritroblas
Ukuran : 8 - 12 mm
Sitoplasma : Merah muda, lebih melebar dibanding sebelumnya
Inti : Piknotik warna biru hitam.
5. Retikulosit
Ukuran : Hampir sama dengan eritrosit matang atau sedikit lebih
besar
Sitoplasma : Merah muda sampai keunguan, berisi granula berupa
sisa retikulum RNA yang tercat dengan Supravital
Inti : Tidak ada
Pewarnaan : supravital, dengan Cresyl blue
Range Normal : 0,5-1,5 %
6. Eritrosit Matang
Ukuran : 6,7-7,7 μm
Inti : tidak ada
Sitoplasma : Merah Muda, tanpa inti, bulat bikonkav.
Bentuk : dari atas bulat, dari samping bikonkaf, bagian sentral terdapat cekungan disebut central pallor 1/3 sel.


Catatan :
Pembelahan sel menyebabkan sel matang lebih kecil, warna sitoplasma berubah lebih merah karena bertambahnya Hb, Kromatin menjadi semakin padat. Nukleus akhirnya dikeluarkan dari sel (dalam sumsum tulang) menjadi stadium retikulosit (masih mengandung ribosomal RNA, masih bisa mensintesa Hb), sel ini di sumsum tulang 1-2 hari dan di darah tepi 1-2 hari (di limpa). Bila RNA hilang sempurna maka jadilah Eritrosit yang matang. Satu Proeritroblas menjadi 16 sel eritrosit matang. Sel berinti ditemukan di darah tepi bila eritropoesis ekstra meduler, penyakit pada sumsum tulang (Keadaan normal tidak ditemukan eritrosit berinti di darah tepi)

Fungsi Eritrosit

Bentuk eritrosit yang bikonkav merupakan bentuk maksimal yang dapat menjangakau sel sel tubuh sebagai fasilitas untuk mengirim oksigen dan mengembalikan carbondioksida ke paru-paru, bentuk akan mudah berubah bila melewati mikrosirkulasi menuju target. Membran sel memiliki kandungan protein, lipid dan sedikit karbohidrat, keadaan ini memudahkan eritrosit berada dalam berbagai bentuk cairan.
Normal pertukaran Oksigen bekerja diantara kejenuhan 95% ( darah arteri) dengan tekana Oksigen 95 mmHg dan kejenuhan 70% ( darah vena) dengan tekanan oksigen vena rata-rata 40 mmHg. Umur eritrosit rata-rata 120 hari, memiliki sifat dinding yang fleksibel, penting saat melalui lien. Membran sel berfungsi untuk melindungi Hb, protein dan enzim. Permukaan sel eritrosit sendiri bermuatan negatif, di dalam eritrosit terdiri atas lapisan glikoprotein dan fosfolipid. Membran eritrosit bersifat semipermiabel, permiabel terhadap air, anion, kation dan impermeabel terhadap Hb. Sususnan eritrosit terdiri atas 61 % air, 28 % Hb, 7 % lemak , 3-4 % KH, elektrolit, enzim, protein metabolit.
Metabolisme sel darah merah terdiri dari glukolisis dan metabolisme glutation. Energi glukolisis diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan membran dan mengatur pergantian Na+ dan K+ sehingga Hb dapat membawa O2 secara efisien. Bahan-bahan eritropoiesis antara lain, asam amino, Fe, vit B12 dan asam folat, vit C, vit B, vit E dan mineral. Umur normal eritrosit 120 hari setelah itu terjadi proses destruksi eritrosit. Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi Mekanisme. fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membran eritrosit sehingga menyebabkan isi sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik. Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih tinggi).
Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik air” ke dalam plasma. Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis. Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini merupakan salah satu indikator adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis. Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin. Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis osmotik juga