Proses Pembentukan Darah : Eritropoiesis



Tahapan Pematangan eritrosit (Eritropoesis) merupakan proses pembentukan eritrosit muda yang terjadi di sumsum tulang sampai terbentuk eritrosit matang di dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.
          Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

Faktor Pembentukkan Eritropoesis:
 a) Eritropoietin
Merupakan penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka.

b) Kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)

c) Intergritas proses pematangan eritrosit

Tahapan Pematangan Eritrosit (Eritropoesis)
1. Proeritroblas
Ukuran : 15 - 25 mm
Sitoplasma : Biru pekat, lebih sempit menebal dibatas inti, terang diluar inti dengan halo disekitar inti
Inti : Relativ besar, bulat atau oval, warna ungu kemerahan, kromatin halus,
Nukleoli 1-2 ( lebih besar dibanding Mieloblas lebih kebiruan)
2. Basofilik Eritroblas
Ukuran : 13 - 18 mm
Sitoplasma : sangat Biru , Besar mulai berkurang
Inti : Relatif besar, bulat atau oval, Kromatin mulai kasar dibanding Proeritroblas, Nukleoli tidak ada
Catatan: basofilik eritroblas dengan kondensasi kromatin tengah berlangsung dan tanpa ada zona perinuklear.
3. Polikromatofilik eritroblas
Ukuran : 10 - 15 mm
Sitoplasma : Biru abu2 sampai pink abu2 ( warna gradasi berbeda), mulai
produksi Hb, relatif melebar dibanding inti
Inti : Bulat, lebih kecil dibanding sebelumnya, Padat dengan kromatin
kasar dan bergumpal, warna biru ungu gelap.
4. Ortokromatik Eritroblas
Ukuran : 8 - 12 mm
Sitoplasma : Merah muda, lebih melebar dibanding sebelumnya
Inti : Piknotik warna biru hitam.
5. Retikulosit
Ukuran : Hampir sama dengan eritrosit matang atau sedikit lebih
besar
Sitoplasma : Merah muda sampai keunguan, berisi granula berupa
sisa retikulum RNA yang tercat dengan Supravital
Inti : Tidak ada
Pewarnaan : supravital, dengan Cresyl blue
Range Normal : 0,5-1,5 %
6. Eritrosit Matang
Ukuran : 6,7-7,7 μm
Inti : tidak ada
Sitoplasma : Merah Muda, tanpa inti, bulat bikonkav.
Bentuk : dari atas bulat, dari samping bikonkaf, bagian sentral terdapat cekungan disebut central pallor 1/3 sel.


Catatan :
Pembelahan sel menyebabkan sel matang lebih kecil, warna sitoplasma berubah lebih merah karena bertambahnya Hb, Kromatin menjadi semakin padat. Nukleus akhirnya dikeluarkan dari sel (dalam sumsum tulang) menjadi stadium retikulosit (masih mengandung ribosomal RNA, masih bisa mensintesa Hb), sel ini di sumsum tulang 1-2 hari dan di darah tepi 1-2 hari (di limpa). Bila RNA hilang sempurna maka jadilah Eritrosit yang matang. Satu Proeritroblas menjadi 16 sel eritrosit matang. Sel berinti ditemukan di darah tepi bila eritropoesis ekstra meduler, penyakit pada sumsum tulang (Keadaan normal tidak ditemukan eritrosit berinti di darah tepi)

Fungsi Eritrosit

Bentuk eritrosit yang bikonkav merupakan bentuk maksimal yang dapat menjangakau sel sel tubuh sebagai fasilitas untuk mengirim oksigen dan mengembalikan carbondioksida ke paru-paru, bentuk akan mudah berubah bila melewati mikrosirkulasi menuju target. Membran sel memiliki kandungan protein, lipid dan sedikit karbohidrat, keadaan ini memudahkan eritrosit berada dalam berbagai bentuk cairan.
Normal pertukaran Oksigen bekerja diantara kejenuhan 95% ( darah arteri) dengan tekana Oksigen 95 mmHg dan kejenuhan 70% ( darah vena) dengan tekanan oksigen vena rata-rata 40 mmHg. Umur eritrosit rata-rata 120 hari, memiliki sifat dinding yang fleksibel, penting saat melalui lien. Membran sel berfungsi untuk melindungi Hb, protein dan enzim. Permukaan sel eritrosit sendiri bermuatan negatif, di dalam eritrosit terdiri atas lapisan glikoprotein dan fosfolipid. Membran eritrosit bersifat semipermiabel, permiabel terhadap air, anion, kation dan impermeabel terhadap Hb. Sususnan eritrosit terdiri atas 61 % air, 28 % Hb, 7 % lemak , 3-4 % KH, elektrolit, enzim, protein metabolit.
Metabolisme sel darah merah terdiri dari glukolisis dan metabolisme glutation. Energi glukolisis diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan membran dan mengatur pergantian Na+ dan K+ sehingga Hb dapat membawa O2 secara efisien. Bahan-bahan eritropoiesis antara lain, asam amino, Fe, vit B12 dan asam folat, vit C, vit B, vit E dan mineral. Umur normal eritrosit 120 hari setelah itu terjadi proses destruksi eritrosit. Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi Mekanisme. fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membran eritrosit sehingga menyebabkan isi sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik. Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih tinggi).
Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik air” ke dalam plasma. Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis. Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini merupakan salah satu indikator adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis. Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin. Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis osmotik juga


EmoticonEmoticon